Perkawinan Wajib Dicatatkan
Di Indonesia mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Lebih lanjut diatur bahwa ada kewajiban untuk tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1] Sebagaimana dijelaskan oleh Liza Elfitri, S.H., M.H. dalam artikel Persoalan Kawin Siri dan Perzinahan, perkawinan dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan. Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya/berlangsungnya perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan.
Perlu Anda ketahui, ada beberapa keadaan yang mengakibatkan seorang anak berstatus sebagai anak luar kawin. Bisa karena anak tersebut lahir dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tetapi perkawinan tersebut sah secara agama (misalnya perkawinan siri) atau anak yang lahir di mana antara bapak dan ibunya tidak pernah ada perkawinan (ibu hamil di luar nikah dan tidak menikah dengan ayah biologis si anak).
STATUS ANAK LUAR KAWIN
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.[2]
CARA MENGURUS AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN
Persyaratan untuk membuat akta kelahiran pada umumnya adalah sebagai berikut:[3]
a. Surat kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran;
b. Nama dan Identitas saksi kelahiran;
c. Kartu Tanda Penduduk Ibu;
d. Kartu Keluarga Ibu;
e. Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.
Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.[4]
Anak yang lahir di luar perkawinan tentu tidak dapat menyertakan kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan di atas, pencatatan kelahiran tetap dapat dilaksanakan. Yang berarti tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin pada dasarnya sama saja dengan tata cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya.
Tata caranya, apabila pencatatan hendak dilakukan di tempat domisili ibu si anak, pemohon mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan-persyaratan di atas kepada Petugas Registrasi di kantor Desa atau Kelurahan. Formulir tersebut ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah. Kepala Desa atau Lurah yang akan melanjutkan formulir tersebut ke Unit Pelaksana Teknis Dinas (“UPTD”) Instansi Pelaksana[5] untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran atau ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana[6] jika UPTD Instansi Pelaksana tidak ada. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana akan mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada pemohon.[7]
Apabila pencatatan hendak dilakukan di luar tempat domisili ibu si anak, pemohon mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari dokter, bidan atau penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibunya kepada Instansi Pelaksana. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.[8]
Sebagai informasi, jika ingin mencantumkan nama ayahnya juga dalam akta kelahiran, diperlukan penetapan pengadilan sebagai bentuk pengakuan anak tersebut oleh ayahnya. Penjelasan lebih lanjut soal penetapan pengadilan ini dapat Anda simak artikel Pencantuman Nama Ayah dalam Akta Kelahiran Anak Luar Kawin dan Penetapan Pengadilan Terkait Penerbitan Akta Kelahiran Anak Luar Kawin.